Pagi ini panas sekali, kipas angin di kamarku pun tidak bisa meredakan hawa panasnya. Mungkin setelah mandi, hawa panas ini bisa terasa berkurang, pikirku. Aku pun beranjak mengambil handuk dan langsung menuju ke kamar mandi.
Setengah jam sudah aku berada dalam kamar mandi hingga akhirnya ibu memanggilku untuk sarapan
“Din, kalau sudah selesai buruan makan sini, makan bareng.”
“iya ma, ini baru selesai” sahutku
Aku pun bergegas menuju kamarku, mengganti baju dan langsung menuju ruang makan. Setelah selesai sarapan, aku pun kembali ke kamar dan mengambil handphoneku, entah kenapa aku terpikir untuk mengirim pesan ke Awan
“Hai Wan, selamat pagi :)” kutambahkan emoticon tersenyum di akhir chat-ku, aku juga tak tahu kenapa.
Kulihat jam di atas meja menunjukkan pukul 7.30 pagi, astaga aku bisa terlambat masuk kelas, aku pun bergegas menuju ke kampus. Sesampainya aku di kampus, kumatikan koneksi handphoneku, ya memang sudah jadi kebiasaanku seperti ini, agar tidak terganggu akan pesan-pesan yang akan masuk di notifikasi.
Kelas berakhir jam 5 sore, dan aku pun langsung pulang ke rumah, lalu bergegas menuju ke kamar untuk mengerjakan tugas yang diberikan dosenku di kelas tadi siang.
Sudah hampir 2 jam rasanya aku mengerjakan ini, istirahat sebentar mungkin ide yang bagus, pikirku. Aku pun beranjak keluar kamar dan menuju ke dapur, berniat membuat susu coklat panas, favoritku. Aku mengambil gelas di rak dapur disaat ayah tiba-tiba menegurku
“Mau bikin apa nak?”
“Biasanya, yah” jawabku cuek. Ya, setelah kejadian aku bertengkar dengan ayah masalah Awan yang menurutnya bukan lelaki baik-baik, aku sedikit menjaga jarak padanya. Egois mungkin, tapi mau bagaimana lagi? Ayah saja belum pernah bertemu dengan Awan, tapi sudah menyimpulkan hal seperti itu.
“Oh, mau sekalian ayah buatkan? Kebetulan ayah juga mau buat kopi” balas ayah
Aku masih membuang muka dari ayah “Tak usah, aku bisa sendiri kok”
“Baiklah, ngomong-ngomong gimana kabar pacarmu? Si Awan itu?”
“Tak tahu, kami sudah putus sejak seminggu yang lalu” balasku dengan nada sedikit jengkel. Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Awan? Bukankah ayah tak suka dengan Awan? Pikirku.
“Oh, putus kenapa? Dia macam-macam?” tanya ayah kembali, yang membuatku semakin jengkel padanya.
“Apa sih yah! Kami putus karena tiap kali aku pergi keluar sama Awan, ayah selalu marah tanpa alasan. Aku capek!” balasku sedikit membentak pada ayah, seraya pergi membawa gelas susu coklat kedalam kamar.
Entah bagaimana reaksi ayah saat ini, tapi aku merasa bersalah sudah membentak ayah seperti itu. Mungkin niat ayah baik, menjagaku dari lelaki yang tidak baik diluar sana, tapi tak bisakah ayah percaya sekali saja pada anaknya sendiri? Pikiranku mulai tak karuan, susu coklat yang sudah kubuat kutinggal disamping laptop dan merebahkan diri di kasur.
Tak lama, terdengar ketukan di pintu kamarku
“Nak, ini ayah, boleh ngobrol sebentar?”
Aku pun dengan ogah-ogahan beranjak dari atas kasur dan membukakan ayah pintu kamar. Aku pun berjalan kembali dan duduk di kasur, disusul ayah yang mengambil kursi dan duduk di depanku.
“Susu coklatnya nggak diminum? Nanti dingin lho” ujar ayah membuka pembicaraan
“Nanti saja, tiba-tiba nggak mood” balasku cuek.
“Nak, ayah mau minta maaf, kalau ternyata karena ayah marah setiap kamu keluar dengan Awan. Karena ayah berfikir bahwa Awan itu sama dengan mantan pacarmu yang dulu-dulu, ayah—
Aku pun memotong perkataan ayah “Tapi kan ayah juga tidak bisa menyamakan semua orang seperti itu! Ayah saja tidak pernah bertemu dengan Awan, aku mau mengajak dia ke rumah juga pasti ayah marah dan siapa tahu kalau akhirnya malah Awan yang pergi?”
“Iya ayah tahu, karena itu ayah minta maaf, ayah salah”
“Memang.” Balasku singkat
“Begini, bagaimana kalau kamu undang Awan ke rumah hari minggu besok? Nanti biar ayah bertemu Awan”
Mendengar perkataan ayah, aku pun sedikit tersenyum yang mungkin terlihat oleh ayah.
“Bagaimana? Ide bagus?” timpal ayah yang menunnggu jawaban dariku
“Baiklah, tapi ayah harus janji bahwa tidak akan bersikap aneh-aneh ke Awan, dia bukan orang seperti yang ayah pikirkan.” Balasku pada ayah
“Iya, ayah berjanji.”
Aku pun beranjak dari kasur dan memeluk ayah, “Terimakasih, yah” kataku sambil berada dalam pelukan ayah.
“Yasudah, jangan bersedih lagi, ayah lanjut kerja lagi ya, ada file kantor yang harus diselesaikan besok”
“Semangat!” balasku menyemangati ayah.
Ya semoga saja ayah benar-benar merubah pikirannya tentang Awan, pikirku. Aku pun melonjak-lonjak kegirangan mengingat perkataan ayah tadi. Tapi tiba-tiba aku terpikir, sudah seminggu aku dan Awan tidak ada kabar, apakah Awan masih mau membalas chatku, pikirku kembali.
“Ah sudahlah, coba dulu saja” gumamku.
Aku pun mencari nama Awan di kolom chat Whatsapp-ku, dan kembali aku bingung, bagaimana aku harus bilang ke Awan tentang dia yang diundang ke rumah.
Aku pun mengetik “Hai Wan :)” sekali lagi kutambahkan emot senyum di akhir chatku, entah kenapa. Chatku tidak terkirim.
Astaga, ternyata aku lupa menghidupkan koneksi handphoneku dari tadi pagi, pantas saja tidak ada satupun pesan yang masuk. Setelah kunyalakan koneksi handphoneku, banyak sekali chat yang masuk, namun ada satu chat yang membuat hatiku berdebar, chat dari Awan!
“Selamat pagi juga Din, kamu apa kabar?”
Astaga, aku merasa bersalah tidak membalas chat dari Awan. Hingga akhirnya aku bingung mau membalas chat-nya seperti apa.
“Hai Wan, maaf seharian ini tidak bisa membalas chat-mu, aku keluar sama ayah, kami ngobrolin kamu tadi hehe, sepertinya ayah sudah mulai melunak tentang pikirannya tentang kamu, dan ayah katanya mau bertemu hari minggu besok.” Balasku pada chat Awan
Sudah 30 menit berlalu namun Awan tidak membalas.
“Lagi sibuk ya? Maaf ya kalau mengganggu, tapi kuharap hari minggu besok kamu bisa datang ke rumah, ayah akan menunggumu.” Masih tetap tidak dibalas.
Hingga akhirnya aku pun mengantuk.
“Jangan lupa ya, aku sudah mengantuk, mau tidur dulu, aku sayang kamu” tulisku pada kolom chat dan kukirimkan ke Awan, dan aku pun bergegas untuk tidur.
—
Hari pun sudah pagi kembali saat aku terbangun, seperti biasa aku mencari handphoneku dan melihat apakah ada pesan yang masuk, Awan membalas chatku, pukul 12 malam tadi. Saking gembiranya, aku langsung melonjak-lonjak di atas kasurku.
“Hai, maaf baru bisa balas, tadi aku ngumpul sama Roni dan Hasan, ngomong-ngomong untuk hari minggu besok, aku akan pastikan datang, terimakasih ya”
“Oh iya, aku sangat rindu, selamat malam ya, selamat tidur, aku juga sayang kamu” tulis Awan pada chatnya.
Aku tak tahu harus membalas seperti apa, karena terlalu senang pastinya. Aku pun berdoa agar ayah dapat merestui hubunganku dengan Awan. Terimakasih Tuhan, kejutanmu memang yang paling aku dambakan, ucapku dalam doa.
—